Potensi Pengembangan Floating Agriculture System di Lebo Taliwang


Awal tahun 2016 lalu Badan Ketahanan Pangan Pelaksana Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BKP5K) Sumbawa Barat merilis data bahwa 79% sayuran yang beredar di Kabupaten Sumbawa Barat masih didatangkan dari luar daerah. Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat melalui BKP5K tengah berupaya mengurangi pasokan sayuran dari luar daerah dengan meningkatkan produksi di dalam daerah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui pengembangan demfarm dan demplot hortikultura di berbagai kecamatan.

Terkait dengan rendahnya produksi sayuran ini, ada beberapa factor pembatasnya terutama yang terkait dengan iklim khususnya ketersediaan air dan tentu saja etos kerja petani.

Air adalah faktor yang lebih penting dalam produksi tanaman dibandingakan dengan faktor lingkungan lainnya. Tanaman memperoleh persediaan air dari akar, itu sebabnya pemeliharaan kelembaban tanah merupakan faktor yang penting dalam pertanian.

Air berfungsi untuk melarutkan dan membawa makanan yang diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah hujan dan curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang bersangkutan. Jenis tumbuhan di suatu wilayah sangat berpengaruh pada banyaknya curah hujan di wilayah tersebut. Tumbuhan di daerah yang kurang curah hujannya keanekaragaman tumbuhannya kurang dibandingkan dengan tumbuhan di daerah yang banyak curah hujannya.

Curah hujan memegang peranan untuk pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Hal ini disebabkan air sebagai pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan ke bagian-bagian lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air mencapai 60%.
Sementara itu, kondisi iklim ini terutama ketersediaan air kemudian mempengaruhi semangat (etos) kerja petani untuk mengembangkan aktivitas budidaya pertanian. Kebanyakan petani tidak mau mengelola lahan pertaninannya karena kesulitan air. Karena itu, budidaya sayuran di daerah yang relatif kering seperti di Sumbawa Barat menjadi kurang berkembang.

Keberadaan Danau Lebo Taliwang sebenarnya merupakan berkah yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian khususnya hortikultura sayuran tersebut karena Lebo Taliwang menjanjikan potensi untuk pengembangan hortikultura dengan sistem budidaya pertanian terapung (Floating Agriculture System). Terutama bagi petani yang mempunyai keterbatasan lahan maupun mereka yang rendah etos kerjanya, penerapan teknologi pertanian terapung sangat cocok untuk menjawab permasalahan.

Sistem pertanian terapung merupakan cara memanfaatkan daerah yang terendam air untuk jangka waktu yang lama seperti Lebo Taliwang untuk produksi pangan karena pendekatan ini cocok dilakukan pada perairan dengan vegetasi tumbuhan air yang mudah melapuk. Sisa pelapukan tanaman air ini bermanfaat sebagai kompos untuk pertumbuhan tanaman.

Air Danau Lebo Taliwang yang saat ini tengah mengalami eutrofikasi mengandung berbagai jenis unsur hara yang kaya yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Pertanian terapung ini layaknya ranjang yang mengapung di atas permukaan air, sehingga menciptakan lahan yang cocok untuk pertanian dalam wilayah yang tergenang air. Secara ilmiah, pertanian terapung dapat disebut sebagai hidroponik atau aquaponik.

Pendekatan ini telah diuji coba sejak tahun awal tahun 2000-an hingga saat ini seperti pada danau-danau di Bangladesh, Nicaragua, Peru, Bolivia dan Costa Rica pada lahan pertanian tergenang untuk waktu yang lama selama musim hujan. Praktek ini mirip dengan pertanian hidroponik dimana tanaman dapat tumbuh di atas ranjang air yang dihamparkan di atas permukaan air yang dipenuhi eceng gondok, ganggang atau sisa tanaman lainnya.

Sebagai contoh pertanian terapung yang khas di Bangladesh melibatkan lapisan eceng gondok, jerami atau jerami padi yang mengambang kemudian ditambahkan lapisan atasnya dengan  ganggang air atau semanggi yang cepat membusuk untuk membuat pupuk yang baik. Struktur rakit apung diperkuat dengan bambu, sementara tiang bambu yang digunakan untuk memperbaikinya dalam posisi untuk menghindari kerusakan yang disebabkan oleh aksi gelombang atau arus air danau.

Sistem lain yang kemudian berkembang adalah dengan alat dan bahan yang agak modern seperti pembuatan rakit apung dengan bahan styrofoam atau spon. Sebuah lembaran styrofoam atau spon dilubangi sebagai tempat untuk meletakkan pot wadah untuk media tanam.

Ukuran lubang pada styrofoam atau spon disesuaikan dengan ukuran diameter pot. Media tanam berupa arang sekam kemudian diletakkan di dalam pot. Benih atau bibit kemudian diletakkan pada media tanam. Cara ini tentu cocok untuk tanaman sayuran berumur pendek seperti kangkung, sawi, bayam, selada, tomat dan sebagainya.

Lembaran styrofoam atau spon yang telah lengkap dengan pot, media tanam dan benih/bibit tanaman diletakkan mengapung di atas permukaan air. Selanjutnya tanaman akan tumbuh dan perakarannya akan mengjangkau air danau yang berada di bagian bawah styrofoam atau spon. Air danau yang kaya akan unsur hara sebagai akibat dari kegiatan pertanian, pelapukan tumbuhan air dan limbah domistik yang mengalir masuk ke Danau Lebo Taliwang menyediakan pupuk cair alami yang cocok untuk pertumbuhan tanaman pertanian.

Teknologi yang Efisien Biaya, Waktu dan Tenaga
Praktek ini membantu mengurangi hilangnya tanah oleh paparan banjir dan memungkinkan budidaya secara berkelanjutan. Dengan cara ini, dapat meningkat pendapatan masyarakat. Selain itu, budidaya apung lebih produktif  hingga 10 kali lipat dibandingkan dengan pertanian tradisional di atas tanah. Pertanian terapung juga efisien karena tidak memerlukan asupan pupuk kimia maupun pupuk kandang. Keuntungan lainnya adalah petani tidak perlu mengeluarkan biaya atau waktu untuk menyiram tanaman.

Praktek pertanian apung juga membantu menambah penghasilan masyarakat lokal dan memberikan kontribusi untuk pengentasan kemiskinan. Hal ini juga memberikan keamanan pangan yang lebih besar dengan meningkatkan output tanah dan meningkatkan  kapasitas masyarakat miskin yang tidak mempunyai lahan. Karena sistem ini cukup padat karya, juga memiliki kapasitas untuk menyediakan kesempatan kerja dalam masyarakat. Laki-laki dan perempuan dapat menerapkan pertanian terapung ini sehingga hal ini dapat mengarah pada peningkatan kesetaraan gender.

Meskipun demikian, sebagai kelemahannya mungkin terkait dengan transportasi hasil pertanian dan mobilisasi alat dan bahan yang akan digunakan dalam melakukan budidaya. Masyarakat masih belum terbiasa dengan kegiatan ini sehingga memerlukan waktu untuk ujicoba dan diseminasi teknologi kepada masyarakat.

Peluang untuk Diterapkan
Pertanian terapung dapat dilakukan tanpa klaim kepemilikan tanah dan dapat memberikan kontribusi dalam mempertahankan lahan basah yang sehat, yang memiliki fungsi pertahanan sempadan dan juga mendukung berbagai keberlanjutan keanekaragaman hayati.

Spesies air yang invasif yang selama ini menjadi salah satu faktor yang mengurangi keanekaragaman hayati, dapat digunakan dalam pertanian terapung. Pembersihan saluran air untuk mengumpulkan gulma air yang invasif  dapat bermanfaat bagi kesehatan ekosistem lahan basah dan berkontribusi terhadap upaya mempertahankan keanekaragaman hayati yang tinggi.

Pertanian terapung ini merupakan pilihan yang ramah lingkungan untuk meningkatkan ketersediaan lahan pertanian. Dengan demikian, praktek ini dapat berkelanjutan dan menguntungkan bagi daerah, membantu untuk menambah pendapatan masyarakat dan meningkatkan ketahanan pangan. Dengan adanya penerapan pertanian terapung di Danau Lebo Taliwang, maka produksi pertanian khususnya sayuran di dalam daerah dapat ditingkatkan.

Sumber: konservasi4lebotaliwang

Previous
Next Post »